Sabtu, 24 September 2011
Prostitusi
Pengertian Pelacuran
Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere, yang berarti membiarkan diri berbuat zina. Sedang prostitue adalah pelacur dikenal pula dengan istilah WTS atau wanita tunasusila. Maka pelacur itu adalah wanita yang tidak pantas kelakuannya dan bisa mendatangkan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya, maupun kepada diri sendiri . Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya . Dari kedua definisi ini dapat disimpulkan bahwa prostitusi merupakan perzinaan dengan menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual berupa menyewakan tubuh. Sehingga prostitusi bersifat negatif dan dapat digolongkan sebagai kejahatan terhadap masyarakat.
Pelacuran atau prostitusi juga dapat disebut penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau hubungan seks, untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah pekerja seks komersial (PSK).
Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial, wanita tunasusila, istilah lain yang juga mengacu kepada layanan seks komersial.
Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman bernama kondom.
Jenis prostitusi
Menurut aktivitasnya yaitu :
1. Prostitusi yang terdaftar
Pada umumnya mereka dilokalisasi dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum. Pelakunya diawasi oleh kepolisian yang bekerja sama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan . Namun kenyataannya cara ini tidaklah efisien karena kenyataannya tidak adanya kerja sama antara pelacur dengan petugas kesehatan.
2. Prostitusi yang tidak terdaftar
Mereka yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisasi dan tempatnyapun tidak tertentu, sehingga kesehatannya sangat diragukan.
Menurut jumlahnya yaitu :
1. Prostitusi yang beroperasi secara individual merupakan single operator
Sering disebut dengan pelacur jalanan. Mereka biasanya mangkal di pinggir jalan, stasiun maupun tempat-tempat aman lainnya. Para pelacur ini menjalankan profesinya dengan terselubung.
Sering disebut dengan pelacur jalanan. Mereka biasanya mangkal di pinggir jalan, stasiun maupun tempat-tempat aman lainnya. Para pelacur ini menjalankan profesinya dengan terselubung.
2. Prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur rapi. Jadi, mereka tidak bekerja sendirian melainkan diatur melalui satu sistem kerja suatu organisasi. Biasanya dalam bentuk rumah bordir, bar atau casino.
Menurut tempat penggolongan atau lokalisasinya yaitu:
1. Segregasi atau lokalisasi
Yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya. Seperti lokalisasi Silir di Solo dan Gang Dolly di Surabaya. Meskipun lokalisasi ini sudah tidak ada namun para pelacur masih beroperasi yaitu di pinggir jalan, hek malam dan mereka merupakan pelacur kelas bawah yang bekerja sama dengan sopir becak dan para pedagang.
2. Rumah-rumah panggilan
Rumah-rumah panggilan ini memiliki ciri khusus dimana hanya pihak yang terkait saja yang mengetahuinya. Selain itu kegiatannyapun lebih terorganisir dan tertutup.
3. Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat (salon kecantikan, tempat pijat, rumah makan, warnet, warung remang-remang, dll).
Disini sudah memiliki jaringan yang baik dan terorganisir. Tidak sedikit yang melibatkan orang-orang terhormat maupun pihak keamanan yaitu polisi.
Faktor-Faktor Penyebab Prostitusi
Ada dua faktor yang menjadi penyebab prostitusi yaitu :
Faktor internal
Faktor internal adalah yang datang dari individu wanita itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Tidak sedikit dari para pelacur ini merupakan korban perkosaan, sehingga mereka berpikir bahwa mereka sudah kotor dan profesi sebagai pelacur merupakan satu-satunya yang pantas bagi mereka. Karena kehidupan kelam yang mereka alami dulu membuat hati dan moral mereka terpuruk.
Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu wanita itu sendiri, melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal yang demikian. Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, kegagalan percintaan dan sebagainya .
Selain faktor internal dan eksternal, ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran, antara lain:
· Faktor ekonomi
Sekitar 75% faktor utamanya berasal dari kebutuhan ekonomi. Seperti sulit mencari pekerjaan, sedangkan kebutuhan hidup makin lama makin meningkat, sedangkan bekerja dibidang itu relatif mudah dengan penghasilan yang cukup besar menyebabkan seringkali orang terjerumus masuk kedalam pekerjaan tersebut. Ini adalah kesalahan pemerintah yg tidak cukup menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya
· Penegakan hukum yang kurang tegas dan lemah
Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum atau diluar pernikahan. Hal ini semakin memperbanyak jumlah pelacur, karena tidak adanya sanksi yang tegas yang perlu mereka takuti.
· Merosotnya norma-norma susila dan keagamaan
Masyarakat sekarang sudah bersifat acuh tak acuh dan cenderung cuek sehingga mereka hanya mengurusi kehidupan pribadi tanpa memperdulikan norma-norma susila dan keagamaan dalam masyarakat.
· Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan setempat.
Hal ini tidak terlepas dari asimilasi kebudayaan, dimana kebudayaan Barat membuat norma-norma susila dan keagamaan semakin merosot.
Dampak Prostitusi
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh prostitusi, antara lain:
v Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit
Adapun penyakit yang ditimbulkan dari perilaku prostitusi ini ialah HIV Aids, HIV Aids sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Agar virus ini tidak merambat terlalu jauh perlu adanya pencegahan yaitu dengan mempersempit jaringan prostitusi ini .
Adapun penyakit yang ditimbulkan dari perilaku prostitusi ini ialah HIV Aids, HIV Aids sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Agar virus ini tidak merambat terlalu jauh perlu adanya pencegahan yaitu dengan mempersempit jaringan prostitusi ini .
v Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga
Dengan adanya wanita tuna susila akan mengakibatkan sendi-sendi dalam keluarga rusak. Semakin banyak pengguna akan semakin memperbanyak jumlah WTS ini, dan akan menular ke masyarakat luas.
Dengan adanya wanita tuna susila akan mengakibatkan sendi-sendi dalam keluarga rusak. Semakin banyak pengguna akan semakin memperbanyak jumlah WTS ini, dan akan menular ke masyarakat luas.
v Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika dan minuman keras
Prostitusi sangat berkaitan erat dengan minuman keras dan narkotika. Minuman keras dan narkotika akan digunakan sebagai doping dalam hubungan seksual.
Prostitusi sangat berkaitan erat dengan minuman keras dan narkotika. Minuman keras dan narkotika akan digunakan sebagai doping dalam hubungan seksual.
v Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama
Dengan meluasnya prostitusi akan merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama . Karena pada dasarnya prostitusi bertentangan dengan norma moral, susila, hukum dan agama.
Dengan meluasnya prostitusi akan merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama . Karena pada dasarnya prostitusi bertentangan dengan norma moral, susila, hukum dan agama.
Pemecahan Masalah Prostitusi
Dalam menanggulangi masalah prostitusi ini sangatlah sukar dan harus melalui proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar. Usaha untuk mengatasi masalah prostitusi ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Usaha yang bersifat preventif
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa :
Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa :
ü penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran.
ü pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan norma kesusilaan
ü memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, diseseuaikan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya.
ü penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarg
ü penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks.
ü meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya
2. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif
Usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka ke jalan yang benar. Usaha tersebut antara lain berupa :
Usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya untuk kemudian membawa mereka ke jalan yang benar. Usaha tersebut antara lain berupa :
ü melalui lokalisasi, dengan lokalisasi masyarakat dapat melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat. Karena lokalisasi sendiri pada umumnya di daerah terpencil yang jauh dari keramaian.
ü untuk mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui: pendidikan moral dan agama, latihan–latihan kerja dan pendidikan keterampilan agara mereka bersifat kreatif dan produktif.
ü penyempunaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila yang terkena razia; disertai pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing.
ü menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan mau memulai hidup susila.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar